Dele Alli Beberkan Soal Gangguan Kesehatan Mental dan Sempat Ingin Pensiun

Tio Prasetyon Utomo

July 13, 2023 · 5 min read

Dele Alli Beberkan Soal Gangguan Kesehatan Mental dan Sempat Ingin Pensiun
Football | July 13, 2023
Dele Alli Beberkan Soal Gangguan Kesehatan Mental dan Sempat Ingin Pensiun

MSPORTS – Gelandang Everton Dele Alli mengungkapkan dirinya melalui masa-masa buruk melawan gangguan kesehatan mental, serta berjuang untuk terbebas dari kecanduan obat tidur yang membuatnya sempat ingin pensiun dari dunia sepak bola.

Alli naik daun sebagai salah satu gelandang serang muda terbaik saat membela Tottenham Hotspur di bawah asuhan Mauricio Pochettino.

Di bawah Pochettino, ia berhasil mengemas 55 gol dan 52 asis dari 194 laga di semua kompetisi. Ia juga meraih penghargaan sebagai Pemain Muda Terbaik PFA pada musim 2015–16 dan 2016–17.

Sejak kepergian pelatih asal Argentina tersebut pada November 2019, Alli mengalami penurunan performa saat dilatih Jose Mourinho, Nuno Espirito Santo, dan Antonio Conte. Ia akhirnya dilego ke Everton pada Januari 2022.

Namun kariernya di klub asal Merseyside tersebut tidak berjalan baik. Alli yang kini masih berusia 27 tahun, kemudian dipinjamkan ke klub Turki Besiktas. 

Besiktas kemudian tidak mempermanenkan pemain Inggris tersebut dan kini kembali ke Everton untuk musim 2023-24 mendatang.


“Sulit untuk menentukan satu momen yang tepat,” kata Alli soal performanya yang menurun kepada Gary Neville dalam podcast The Overlap yang disiarkan pada Kamis (13/7).

“Mungkin momen paling menyedihkan bagi saya adalah ketika Mourinho menjadi manajer, saya pikir saya berusia 24 tahun.”

“Saya ingat ada satu sesi, seperti suatu pagi saya bangun dan saya harus pergi latihan – ini adalah saat dia berhenti memainkan saya – dan saya berada di tempat yang buruk.”

“Saya ingat hanya melihat ke cermin – maksud saya kedengarannya dramatis tetapi saya benar-benar menatap ke cermin – dan saya bertanya apakah saya bisa pensiun sekarang, pada usia 24 tahun, melakukan hal yang saya sukai.”

“Bagi saya, itu memilukan bahkan memiliki pemikiran itu pada usia 24 tahun, ingin pensiun.”

“Itu sangat menyakitkan saya, itu adalah hal lain yang harus saya bawa.”


Alli juga mengatakan dirinya baru saja menyelesaikan rehabilitasi di Amerika Serikat selama enam pekan musim panas ini untuk mengatasi kecanduannya terhadap obat tidur.

“Saya kecanduan obat tidur dan itu mungkin masalah yang tidak hanya saya alami. Saya pikir itu adalah sesuatu yang terjadi lebih dari yang disadari orang dalam sepak bola,” ujar Alli.

“Semoga saya membukanya dan berbicara tentang hal itu dapat membantu orang. Jangan salah paham, obat tidur itu bekerja. Saya pikir dengan jadwal kami, Anda memiliki pertandingan, Anda harus bangun pagi untuk berlatih, adrenalin dan sebagainya.”

“Mengonsumsi tablet tidur untuk tidur dan bersiap-siap itu baik-baik saja, tetapi ketika sistem dopamin Anda rusak seperti saya, itu jelas dapat memiliki efek sebaliknya karena bekerja untuk masalah yang ingin Anda tangani dan itulah masalahnya. Itu berhasil sampai tidak.”

Alli juga mengatakan dirinya baru saja menyelesaikan rehabilitasi di Amerika Serikat selama enam pekan musim panas ini.

Selain itu, rehabilitasinya juga mengatasi soal trauma masa kecilnya saat bersama ibu kandungnya, sebelum diadopsi oleh keluarga Hickford.


“Saya berada di situasi yang buruk secara mental. Saya memutuskan untuk pergi ke fasilitas rehabilitasi modern yang menangani kecanduan dan kesehatan mental dan trauma,” sambungnya.

“Saya merasa sudah waktunya bagi saya. Anda tidak bisa disuruh pergi ke sana, Anda harus membuat keputusan itu sendiri.”

“Saya berada dalam siklus yang buruk. Saya mengandalkan hal-hal yang merugikan saya. Saya bangun setiap hari, memenangkan pertarungan pergi ke latihan setiap hari tersenyum – bersedia menunjukkan bahwa saya bahagia. Di dalam saya kalah dalam pertempuran dan sudah waktunya untuk berubah. Ketika saya diberi tahu bahwa saya perlu dioperasi, saya dapat merasakan perasaan yang saya rasakan ketika siklus dimulai.”

“Everton luar biasa dan mendukung saya. Saya akan berterima kasih kepada mereka selamanya. Bagi mereka yang begitu jujur dan pengertian, saya tidak bisa meminta apa-apa lagi selama saya membuat keputusan terbesar dalam hidup saya – melakukan sesuatu yang saya takuti. Saya senang telah melakukannya.”