Marcus Thuram Akui Masih Terbebani Akibat Kekalahan di Final Piala Dunia 2022
Penyerang Prancis berusia 26 tahun, Marcus Thuram dengan cepat membuktikan dirinya sebagai salah satu pemain terbaik di bursa transfer musim panas lalu. Ia memainkan peran penting dalam perjalanan Nerazzurri yang nyaris tanpa cela di Serie A dan Liga Champions musim ini.
Marcus Thuram telah mencetak 11 gol dan memberikan 11 assist dalam 32 pertandingan di semua kompetisi. Berkat kontribusinya itu, ia menjadi salah satu favorit penggemar Inter Milan.
Dilansir dari Calciomercato.com, Marcus Thuram pertama kali membahas pola pikir positif dan pendekatan hidupnya yang ceria.
“Saya selalu ceria, sejak saya masih kecil. Bahagia dengan hidup, dengan segalanya. Dan terlebih lagi di lapangan, bersama rekan satu tim saya, melakukan apa yang paling saya sukai, saya selalu ingin tersenyum.
“Memang benar terkadang tidak semuanya berjalan sesuai keinginan saya, namun menurut saya hal terpenting adalah berkembang dan bekerja, selalu dengan senyuman. Karena ada banyak hal serius dalam hidup. Namun ketika saya masih kecil, orang-orang tidak memahami dan tidak selalu menghargai keberadaan saya.
“Tidak semua orang menyukai keceriaan saya dan selalu ada perbandingan dengan ayah saya. Tumbuh bersama dia sungguh luar biasa, tetapi itu bukanlah suatu keuntungan. Saya banyak tidur, sekitar 14 jam sehari. Namun setelah pertandingan saya lebih kesulitan, terutama ketika kami menang.”
Marcus Thuram mengatakan kalau rekannya harus turut banyak berbahagia dan tersenyum. Terlebih lagi ia menunjuk rekannya yang harus banyak tersenyum, Lautaro Martinez.
Meskipun ia mengakui bahwa dirinya pribadi yang ceria, tetapi ada satu momen yang membuatnya selalu terbebani. Momen tersebut adalah saat Prancis gagal menjadi juara di Piala Dunia 2022 karena dikalahkan Argentina.
“Tidak, mungkin Lautaro yang seharusnya lebih banyak tersenyum! Ada banyak karakter yang berbeda, dan setiap orang dibutuhkan untuk membuat tim yang hebat. Di Inter kami sangat senang bermain bersama, kami adalah grup yang sangat bersatu.
“Saya tiba pada bulan Juli, tapi sepertinya saya sudah berada di sini selama bertahun-tahun. Ketika saya tiba di Inter saya tidak mendengar apa yang orang katakan. Saya datang untuk membantu tim, saya sudah berbicara dengan Piero (Ausilio, ed.) dua tahun lalu, lalu cedera menghentikan saya.
“Yang terpenting adalah apa yang dia dan pelatih pikirkan tentang saya. Saya bekerja, saya juga banyak mendengarkan rekan satu tim saya, dan saya senang dengan apa yang saya lakukan.
“Saya sangat, sangat lapar untuk menang. Jika tidak, saya tidak akan berada di sini di Inter. Saya ingin memenangkan segalanya untuk menang dan membantu tim. Setiap hari final Piala Dunia di Qatar membebani saya,” tutupnya.
Picks and Pick'em is here!
More teams, more wins. Join a public league and draft instantly.