Gelaran Piala Dunia U-17 tinggal menghitung hari. Para peserta telah berada di Indonesia untuk menjalani gelaran tersebut.
Rencananya Piala Dunia U-17 akan berlangsung pada 10 November sampai 2 Desember 2023 mendatang. Sebanyak 20 negara akan memperebutkan gelar paling bergengsi di dunia sepak bola.
Sayangnya, dari 20 negara yang ikut, tidak ada nama Nigeria. Padahal diketahui jika Nigeria merupakan “rajanya” Piala Dunia U-17.
Bukan tanpa alasan, Nigeria menjadi negara dengan gelar terbanyak di Piala Dunia U-17. Sejauh ini Nigeria sudah memiliki lima gelar.
Terakhir kali, Nigeria meraih gelar di Piala Dunia U-17 adalah pada 2015 lalu. Tidak hanya itu, mereka juga menjadi runner-up sebanyak tiga kali.
Jika melihat jumlah tersebut, tak salah jika Nigeria disebut rajanya U-17. Selain sering tampil di laga final, raihan pialanya pun menjadi yang terbanyak dibandingkan negara lain.
Meski demikian, ada hal miris yang dirasakan oleh Nigeria. Hal tersebut terkait dengan prestasi tim di level senior.
Jika melihat catatan tim senior Nigeria, justru berbanding terbalik dengan tim U-17 nya. Di level senior, Nigeria belum pernah sekali pun menjadi juara.
Jangankan juara, lolos ke perempat final saja mereka belum pernah. Catatan terbaiknya hanya sampai di babak 16 besar saja.
Enam kali keikutsertaannya di Piala Dunia, sebanyak tiga kali mereka sampai di 16 besar. Selebihnya Nigeria tidak lolos dari fase grup.
Jika mempertanyakan kenapa hal tersebut bisa terjadi, tak lebih karena para pemain senior di Nigeria perkembangannya tidak secepat saat junior. Fokusnya pun sudah terbagi.
Saat di level junior, mereka memiliki banyak akademi berkualitas. Yang paling terkenal ialah Pepsi Football Academy, tempat dilahirkannya bintang besar dari Nigeria, salah satunya John Obi Mikel.
Luar biasanya, sistem akademi di Nigeria kebanyakan tidak mementingkan uang, yang terpenting bagi mereka adalah talenta. Siapa pun boleh bergabung dan tak terlalu membebani urusan biaya.
Sistem itu lah yang pada akhirnya dapat menjaring bakat-bakat muda luar biasa dari Nigeria. Ditambah lagi, bagi pemain yang mempunyai bakat terbaik, akan mendapatkan beasiswa dan dikirim ke Eropa.
Untuk itu, tak aneh jika pada akhirnya pemain Nigeria hampir seluruhnya berkarier di luar negaranya sendiri. Bisa dibuktikan dari awal karier para pemain di timnas Nigeria.
Ada yang awal kariernya di Inggris, Portugal, Denmark, Norwegia dan masih banyak lagi. Sayangnya, hal tersebut pula yang membuat Nigeria tak berkembang di level senior.
Banyaknya pemain yang berlatar belakang dari keluarga tidak mampu, membuat para pemain mudah merasa puas ketika mendapatkan bayaran besar di Eropa. Akibatnya, perkembangan sang pemain tersendat dan tidak sepesat ketika masih di level junior.
Maklum saja, seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, fokus para pemain telah terbagi saat memasuki level senior. Selain menjadi pesepakbola, mereka juga berusaha untuk mendapatkan penghidupan yang lebih baik dari sebelumnya.
Mudah puasnya pemain Nigeria juga berdampak kepada pemahan taktikal mereka. Pemain timnas Nigeria, Kelechi Iheanacho telah membenarkan jika pemahaman taktikal pemain dari negaranya begitu kurang saat memasuki level senior.
Meskipun memiliki kekurangan, mantan pemain Manchester City itu tak menampik jika pemain dari Nigeria memiliki keunggulan fisik baik ukuran badan maupun kekuatannya yang lebih dari pemain di negara lain. Jika dibandingkan dengan negara lain di level U-17, para pemain Nigeria terlihat lebih besar dan memiliki kecepatan di atas rata-rata.
Hal itu juga yang membuat Nigeria begitu kuat di level U-17. Berbeda saat sudah di level senior, fisik pemain Nigeria tidak begitu terlihat berbeda dari yang lain lagi, walaupun soal kecepatan mereka bisa lebih unggul.
“Menurut saya, sepakbola adalah olahraga tentang kekuatan. Tapi karenanya, kami memiliki masalah soal taktikal,” katanya dikutip dari laman resmi FIFA.
Selain itu, terdapat pula masalah umum yang hampir dirasakan oleh setiap tim yang ada. Tim di level U-17 memiliki tekanan yang tidak seberat di level senior.
Tim di level senior memiliki tekanan yang lebih besar karena mendapatkan lebih banyak perhatian dari masyarakat. Berbeda dengan U-17 yang justru hampir tidak mendapatkan perhatian dari masyarakat.
Terlihat dari minimnya penonton yang hadir di stadion, juga pemberitaan yang tidak semasif di level senior. Terjadinya hal itu tak lain karena masyarakat lebih senang melihat sepak bola di level senior dibandingkan di level junior atau U-17.
Manchester City belum juga bisa keluar dari mimpi buruk, setelah gagal menang melawan Everton usai bermain imbang 1-1,…
Barito Putera terus melakukan evaluasi jelang berakhirnya putaran pertama Liga 1 2024/25. Mengingat posisinya yang…
Padatnya jadwal Liga 1 2024/25 membuat pemain PSBS Biak harus merayakan Natal jauh dari keluarga.…
Usai mengakhiri kerja sama dengan pelatihnya, Arema FC banjir tawaran pelatih di akhir putaran pertama…
Persik Kediri mentargetkan menutup putaran pertama kompetisi Liga 1 2024/25 dengan hasil positif saat menantang…
Proses penyembuhan cedera lutut kiri yang dialami oleh gelandang sekaligus kapten tim PSS Sleman, Kim…