Iran dan Israel merupakan dua negara yang tidak akrab secara politik. Bahkan, hal ini merembet hingga dunia sepakbola.
Sebelum kedua negara memutus hubungan diplomatiknya pasca revolusi Iran pada 1979, kedua tim sempat bertemu dalam pertandingan sepakbola sebanyak lima kali.
Dari kelima pertemuan tersebut, Iran unggul dengan tiga kemenangan. Di sisi lain, Israel hanya pernah menang sekali dan satu laga lainnya berakhir imbang.
Laga yang paling diingat di antara keduanya adalah final Piala Asia 1968. Saat itu, Iran menghajar Israel 2-1 di laga terakhir turnamen yang saat itu menggunakan sistem round robin. Kemenangan tersebut kemudian mengantar tim Melli menjadi kampiun ajang paling bergengsi di Asia.
Pertemuan terakhir keduanya terjadi pada 1974. Kala itu, Iran lagi-lagi menang atas Israel dengan skor tipis 1-0. Satu-satunya kemenangan Israel terjadi pada pertemuan perdana keduanya di tahun 1958 dengan skor telak 4-0.
Meskipun kedua tim tidak pernah bertemu lagi di ajang sepakbola, hal ini tidak membuat hubungan keduanya dapat dipisahkan.
Pada 1974, Israel keluar dari AFC imbas diboikot negara-negara Asia lainnya terutama dari Timur Tengah. Hal ini membuat Israel akhirnya lebih memilih untuk bergabung dengan UEFA sejak 1992.
Baru-baru ini, federasi sepakbola Iran mendesak FIFA untuk membekukan Israel sehingga tidak bisa mengikuti turnamen resmi FIFA. Iran membuat usulan ini sebagai protes atas serangan yang dilakukan Israel terhadap Gaza di Palestina.
Sementara itu, federasi sepakbola Iran juga pernah melakukan langkah tegas terhadap para pesepakbola yang memiliki kaitan dengan Israel.
Pada 2017, dua punggawa Timnas Iran, Masoud Shojaei dan Ehsan Hajsafi, dicoret dari skuad yang dipersiapkan untuk Piala Dunia 2018 Rusia. Kedua pemain tersebut dicoret karena tampil membela klub asal Yunani, Panionios, dalam laga kontra klub Israel, Maccabi Tel Aviv, di ajang Liga Europa.
“Hajsafi dan Shojaei tidak mendapatkan tempat lagi di tim nasional Iran. Mereka sudah melanggar batas merah Iran,” ujar Menteri Olahraga Iran saat itu, Reza Davarzani.
Di sisi lain, ada pesepakbola Iran dan Israel yang justru bahu-membahu. Alireza Jahanbakhsh dari Iran dan Ofir Marciano dari Israel menjadi pemain kunci Feyenoord di musim 2021/2022.
Dibalik bayang-bayang politik yang kerap masuk ke dalam lingkungan sepakbola, Jahanbakhsh dan Marciano dapat membuktikan bahwa sepakbola (memang seharusnya) dapat lepas dari campur aduk politik.
Setelah Tottenham Hotspur, kini ada laporan Real Madrid juga mengincar gelandang asal Belanda Tijjani Reijnders,…
Pemain AC Milan Alessandro Florenzi sangat menikmati kemenangan atas Real Madrid di Liga Champions, sehingga…
Para pemain Genoa menikmati kebersamaan dengan Mario Balotelli di sekitar tempat latihan, dan bek sayap…
Era baru telah dimulai di Old Trafford. Kedatangan Ruben Amorim sebagai manajer anyar Manchester United…
Mantan bintang AC Milan, Frank Rijkaard, yakin bahwa gelandang Rossoneri, Tijjani Reijnders, berada 'di jalur…
Masa depan Robert Lewandowski di Barcelona kembali menjadi perbincangan hangat. Striker asal Polandia ini telah…